Kampung Mahmud Taman Kopo Indah (Pengembaraan Penelitian Wilisian Mapala Arga Wilis) Institute seni budaya Indonesia Bandung
Setiap bangsa atau suku bangsa mempunyai
kebudayaan yang berbeda-beda, demikian juga suku Sunda yang mempunyai
kebudayaan yang khas. Kebudayaan merupakan cara berfikir, cara merasa yang
menyatakan diri dalam seluruh kehidupan sekumpulan manusia yang membentuk
masyarakat.[1]
Cara berfikir dan merasa merupakan kebudayaan batiniah sedangkan dalam bentuk
cara berlaku dan cara berbuat.
Diantara kebudayaan batiniah manusia berupa
kepercayaan roh, kekuatan ghaib dan lain sebagainya. Dalam kepercayaan
masyarakat Jawa ada kepercayaan tentang roh dan kekuatan ghaib yang telah di
mulai sejak zaman prasejarah. Pada waktu itu nenek moyang orang jawa telah
beranggapan bahwa semua benda di sekelilingnya itu bernyawa dan semua yang
bergerak di anggap hidup serta mempunyai kekuatan ghaib[2].
Seperti halnya masyarakat Jawa, masyarakat Sunda
pun mempunyai bermacam-macam upacara keagamaan dan percaya akan adanya roh
leluhur atau nenek moyang yang diyakini mempunyai kekuatan ghaib. Salah satu
upacara keagamaan itu adalah tradisi ziarah. Ziarah merupakan kunjungan ke
tempat-tempat yang dianggap keramat atau mulia.[3]
Dalam tradisi ziarah kubur yang di
maksudkan adalah sebagai gerakan perseorangan atau kelompok yang mengunjungi
tempat-tempat suci. Tempat itu dianggap suci atau keramat, karena pernah
terjadi sesuatu yang dianggap memiliki keistimewaan atau tersimpan benda-benda
keramat. Hal-hal
terebut berkaitan dengan suatu kejadian yang bersejarah atau kejadian yang
legendaris.
Tradisi
ziarah kubur banyak dilakukan oleh banyak masyarakat seperti yang terjadi di
Kampung Mahmud Bandung. Tempat ini termasuk kedalam wilayah desa Mekarrahayu
Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung, tepatnya berada di RW 04, dengan hanya
ada dua RT didalamnya yakni RT 01 dan RT 02.[4]
[1] Sidi Gazalba, Islam Dan Perubahab Sosial Budaya (
Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983 ),
hlm
43.
[2] Budiono Herusatoto,
Simbolisme Budaya Jawa ( Yogyakarta:
PT. Hanindita, 1983 ), hlm 3.
[3] Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Karya Abadi Tama, 2001), hlm
606.
Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah metode penelitian budaya dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu
prosedur penelitian yang menghasilakan data deskritif (ucapan/tulisan dan perilaku
yang dapat diamati dari orang-orang/subjek itu sendiri).[1]
Pada
penelitian ini penulis menggunakan penelitian dengan pengumpulan data
observasi, wawancara dan studi dokumentasi :
1)
Pengamatan/Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan
data yang ingin diketahui Penulis tentang lokasi studi kajian dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada
objek penelitian.[2]
2)
Studi Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan
dalam bahan, sebagai bentuk dokumentasi yang dipergunakan untuk mengabadikan
keadaan lokasi studi kajian. Peneliti melakukan proses dokumentasi menggunakan
media foto serta video, dari awal hingga akhir.
3)
Wawancara
Kegiatan wawancara untuk memperoleh
data dan informasi secara lisan dilakukan kepada responden dan instansi terkait
pada lokasi studi kajian, dintarannya : Tokoh Masyarakat dan kuncen.
Peneliti melakukan proses pertanyaan
sekilas tentang Eyang Mahmud, ditujukan pada H. Syafi’I sesepuh kampung adat Mahmud
dan Tokoh Masyarakat, dengan terlebih dahulu melakukan proses pendekatan.
Wawancara ini akan di
lakukan penulis pada tanggal 27 Oktober 2015–4 November 2015, selama kurang
lebih sembilan hari, untuk pemberangkatan menuju lokasi survei pada tanggal 27 Oktober
2015.
Melakukan wawancara
selama 4 hari dengan narasumber pada tanggal 27 sampai 31 Oktober 2015, pada
tanggal 1 sampai 4 November 2015, penulis melakukan pencarian referensi di
kampus ISBI Bandung.
[1] Arif Furqhan, Pengantar Metode Penelitian Kualintatif (Surabaya:
Usaha Nasiaonal, 1992), hlm 21.
[2] Djuniwati, Metode Penelitian Lapangan Sebagai Dasar
Pembuatan Film Dokumenter (Bandung: Prodi Tv& Film, 2011), hlm 41.
TRADISI
ZIARAH KUBUR KAMPUNG MAHMUD
DESA
MEKARRAHAYU KEC. MARGAASIH, KABUPATEN BANDUNG
` Setiap
suku bangsa mempunyai budaya yang khas yang membedakan jati diri mereka dari
suku lain. Perbedaan ini akan tampak nyata dalam gagasan-gagasan dan hasil
karya yang akhimya dituangkan melalui interaksi individu, kelompok dan
sekitarnya. Keanekaragaman suku dan budaya di Indonesia inilah yang mendorong
penulis untuk meneliti sebuah komunitas suku sunda. yang berada di Bandung,
yaitu masyarakat Kampung Mahmud yang berkaitan dengan Tradisi ziarah kubur khususnya dalam ziarah kubur. Diketahui bahwa
pendiri Kampung Mahmud adalah Sembah Eyang Abdul Manaf. Konon dia masih
keturunan wali Cirebon yakni, Syarif Hidayatullah. Menurut masyarakat setempat
pendirian Kampung Mahmud, diperkirakan berlangsung sekitar abad 15 Masehi.
Sejarah pendiriannya dimulai sejak Eyang Abdul Manaf meninggalkan kampung
halamannya menuju ke Mekkah dan untuk beberapa lamanya dia menetap di sana.
Sampai pada suatu saat dia memutuskan kembali ke tanah aimya. Sebelum pulang
dia berdoa secara khusus disatu tempat yang dinamakan Gubah Mahmud, dekat
Masjidil Haram. Dalam doanya dia memohon petunjuk agar dapat kembali ke tempat
yang tidak akan tersentuh oleh penjajah. Kemudian petunjuk yang diyakininya
sebagai ilham mengisyaratkan bahwa dia akan tinggal di tempat yang berawa.
Sesampainya di taanah air, sesuai dengan petunjuk yang didapatkannya di Gubah
Mahmud, dia segera mencari rawa dan pencariannya berakhir saat ditemukannya
lahan rawa yang terdapat dipinggiran sungai Citarum, lambat-laun lahan yang
semula rawa telah menjadi lahan yang layak untuk sebuah perkampungan, dan
kampung tersebut kemudian diberi nama Kampung Mahmud, nama yang sama dengan
Gubah tempat Eyang H. Abdul
Manaf berdoa ketika berada di Mekah. Pada masyarakat Kampung Mahmud, kehidupan religinya diisi
oleh dua hal. Pertama, keyakinan mereka yang kuat terhadap agama Islam. Kedua,
kepercayaan mereka yang tidak kalah kuatnya terhadap keberadaan nenek moyang
atau leluhur mereka yang dinamakan karuhun. Keagamaan masyarakat dalam skala
yang lebih luas berada di bawah komando para tokoh agama. Sedikitnya saat mi
ada empat tokoh agama di Kampung Mahmud yang masih memiliki hubungan kerabat
yang dekat dengan pendiri Kampung Mahmud. Peran mereka pun cukup dominan dalam
membina masyarakat dibidang keagamaan, dalam hal ini masyarakat Kampung Mahmud
memiliki kebiasaan menziarahi tiga makam yang dianggap keramat terutama makam
Eyang H. Abdul Manaf. Mereka datang untuk mendoakan nenek moyangnya sendiri.
Selain itu, adakalanya kedatangan mereka juga disertai satu keinginan yang
sifatnya sangat pribadi. Mereka merasa yakin keinginannya akan lebih didengar
oleh Yang Maha Kuasa karena dibantu oleh leluhurnya. Bagaimanapun juga leluhur
mereka adalah orang yang saleh dan dicintai oleh Allah. Kebiasaan menziarahi
makam keramat, ternyata bukan milik penduduk Kampung Mahmud saja, melainkan
juga dilakukan oleh orang dan luar Kampung Mahmud, ada juga yang datang dan
kampung jauh, seperti Tasikmalaya dan Ciamis. Mereka datang untuk mendoakan
leluhur yang dikeramatkan, namun tidak sedikit pula dan mereka yang datang
dengan tujuan tertentu. Walaupun sampai sekarang masyarakat Kampung Mahmud
masih kuat memegang teguh adat dan tradisi bukan berarti mereka masyarakat yang
statis. Dahulu masyarakatnya cenderung menjaga tradisi, tetapi seiring dengan
perkembangan zaman, sekarang Kampung Mahmud sudah mengalami perubahan-perubahan
dan menerima pengaruh dari luar yang sekiranya tidak merubah kehidupan adat
istiadatnya. Misal, perubahan yang terjadi dalam kebiasaan berziarah.
Comments
Post a Comment